Jlun buddy tentunya sering bertanya "Mengapa manga Jepang banyak yang
menyertakan unsur porno didalamnya biarpun sedikit ? padahal diketahui
bahwa manga itu sendiri adalah konsumsi anak-anak jepang juga..” Sebenarnya,
walaupun bagi orang Indonesia kebanyakan komik Jepang dianggap berbau
porno, dari standar Jepang sendiri itu dianggap bukan porno. Mereka
menganggap itu hanya sekadar gambar wanita cantik disukai oleh pembaca
laki-laki.
Sejak zaman Edo, gambar porno sudah menjadi satu unsur
yang penting dalam kesenian Jepang. Hampir semua pelukis besar Ukiyoe
(grafis cukilan kayu tradisional Jepang), misalnya KITAGAWA Utamaro
(1753 - 1806), KATSUSHIKA Hokusai (1760 - 1849), SUZUKI Harunobu (? -
1770), melukis porno. Ukiyoe ini ternyata berdampak besar kepada
pelukis Barat, misalnya Gaugin dan Gogh. Sekarang baik Ukiyoe biasa
maupun Ukiyoe porno dinilai tinggi sebagai kesenian di seluruh dunia,
dijual-belikan dengan harga mahal sekali. Tentu saja, meskipun dinilai
sebagai kesenian yang bernilai tinggi, di sekolah di Jepang tidak
mengajar ukiyoe yang porno. Murid sekolah hanya belajar ukiyoe biasa.
Tentang
ukiyoe ini sering dianggap sebagai hal yang membenarkan atau hal yang
menjadi cikal bakal manga porno. Namun anggapan itu salah. Manga porno
tersebut dikategorikan dalam kategori tersendiri di jepan yang mulai
muncul pada akhir tahun 1960-an, dan ketika itu muncul unsur seksual
dalam komik untuk anak, seperti karya NAGAI Go^ "Harenchi Gakuen"
artinya "Sekolah yang tidak senonoh".
Pada saat ini manga jepang
berbau porno sangat digemari di seluruh dunia. Di negara Timur Tengah
juga disukai anime Jepang yang mengandung unsur erotisitas.
Lain
halnya di Indonesia, keberadaan manga dan hal lain yang berbau porno
tidak begitu mempengaruhi moral masyarakat Jepang. Setidaknya 300 tahun
lalu ukiyoe porno sudah beredar cukup luas di Jepang. Kalau moralnya
rendah, mana mungkin Jepang menjadi negara modern melalui Restorasi
Meiji ?
Dilihat dari pandangan orang Amerika, katanya porno
Jepang lebih brutal daripada porno Amerika. Tetapi di Jepang kasus
perkosaan jauh lebih sedikit daripada Amerika. Di Arab Saudi mungkin
tidak beredar porno, tetapi orang Indonesia sudah tahu betapa banyak
terjadi tragedi TKW Indonesia di sana. Tingkat moral dan angka kriminal
seksual tidak selalu tergantung pada keberadaan pornografi. Soal moral
itu masalah hati. Moral tidak bisa didorong oleh undang-undang.
Pada gambar diatas saya sertakan okita. Okita
adalah nama pelayan salah satu mizutyaya (kafe zaman Edo) namanya
Nanbaya. Pada zaman Utamaro 200 tahun lalu sampai zaman sekarang,
pelayan kafe menjadi tema lukisan. Salah satunya adalah para pelayan
Maid café. Maid cafe adalah kafe yang pelayannya berseragam seperti maid
saat melayani tamu. Sekarang maid cafe ada banyak di sekitar kota
Akihabara, kota komputer dan alat listrik, tanah suci untuk Otaku.